Ketika manusia moderen begitu bangga dengan kecerdasannya, temuan para ahli menunjukkan volume otak manusia yang hidup 20.000 tahun lalu justru lebih besar. Tidak tanggung-tanggung, selisihnya hampir sebesar bola tenis.
"Dalam 20.000 tahun terakhir, volume rata-rata otak manusia menyusut dari 1.500 cm3 menjadi sekitar 1.350 cm3. Penyusutan ini terjadi pada pria maupun wanita, tidak peduli dari etnis manapun," ungkap Kathleen McAuliffe, antropolog dari University of Wisconsin seperti dikutip dariDailymail, Selasa (4/1/2010).
Berbagai spekulasi dikembangkan para ahli untuk menjelaskan temuan yang cukup mengejutkan tersebut. Salah satunya terkait dengan peradaban masa itu yang termasuk dalam periode zaman batu tua (Upper Paleolithic).
Pada masa tersebut, aktivitas manusia purba mengalami peralihan cukup drastis dari yang semula tinggal di gua menjadi lebih banyak di luar ruangan. Diduga hawa yang lebih dingin dibanding saat berada di dalam gua memicu terjadinya adaptasi fisiologis pada ukuran tengkorak manusia.
Teori lain mengatakan, perubahan itu lebih terkait dengan perubahan pola makan. Dari yang semula hanya makan daging kuda atau rusa, manusia zaman batu mulai mengolah makanan menjadi lebih mudah dikunyah. Jarang mengunyah menyebabkan rahang tidak tumbuh dan secara keseluruhan ukuran tengkorak mengecil.
Spekulasi yang agak berbeda dikembangkan University of Missouri, yang mengaitkannya dengan kepadatan penduduk. Ketika populasi manusia dan kompleksitas hubungan dengan masyarakat meningkat, manusia tidak dituntut untuk terlalu cerdas sehingga volume otak cenderung menyusut.
Namun teori yang terakhir ini tidak terlalu mendapat dukungan dari ahli yang lain, sebab volume otak memang tidak selamanya berbanding lurus dengan tingkat kecerdasan. Faktanya kemampuan dan kreativitas manusia terutama untuk menggunakan bahasa dalam berkomunikasi terus meningkat dari masa ke masa.
"Menyusutnya volume otak justru menunjukkan bahwa manusia moderen makin cerdas. Meski volumenya lebih kecil, otak manusia bisa bekerja lebih efisien sehingga tidak boros energi," ungkap Dr John Hawks, antropolog lainnya dari University of Wisconsin.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar