Hipertensi atau tekanan darah tinggi memang diketahui merupakan suatu kondisi yang diturunkan. Sebanyak 9 dari 10 orang yang menderita hipertensi terbukti karena faktor keturunan.
"Sekitar 90-95 persen atau 9 dari 10 penderita hipertensi karena faktor keturunan, jadi artinya sudah ada bakat yang diturunkan," ujar Prof DR Dr Jose Roesma, SpPD-KGH dalam acara The 5th Scientific Meeting on Hypertension 2011 di Hotel Ritz Charlton, Jakarta, Sabtu (26/2/2011).
Prof Jose menuturkan bakat ini bisa dari orangtua, paman, kakek, nenek atau bibinya dan baru akan muncul atau berkembang kalau situasi serta lingkungan sekitarnya mendukung. Karena faktor turunan ini tidak bisa dielakkan, maka lingkungan ini yang harus dijaga misalnya menjaga berat badan, tidak mengonsumsi garam berlebih dan olahraga agar tidak menjadi hipertensi.
"Hipertensi ini biasanya diam-diam atau tidak memiliki gejala yang muncul, kadang setelah 5-10 tahun baru terasa atau sudah ada komplikasinya," ujar Prof Jose.
Diperkirakan terdapat 76 persen kasus hipertensi di masyarakat yang belum terdiagnosis, dalam hal ini seseorang tidak tahu bahwa dirinya mengidap hipertensi. Hal ini karena hipertensi tidak menunjukkan gejala atau keluhan apa pun sehingga sering disebut sebagai the silent killer.
Tingginya prevalensi hipertensi diduga terkait erat dengan gaya hidup, tingkat stres, pola makan terutama dalam hal konsumsi garam serta kurangnya aktivitas fisik. Berdasarkan data Riskesdas 2007 diketahui hampir seperempat (24,5 persen) penduduk Indonesia berusia di atas 10 tahun mengonsumsi satu kali atau lebih makanan asin setiap harinya.
"Kalau seseorang sudah memiliki tekanan darah tinggi maka harus mengubah gaya hidup dan juga mengonsumsi obat. Karena kalau tidak dalam 10 tahun tinggal pilih jantung, stroke atau cuci darah," ujar Prof Dr Ruly M A Roesli, SpPD-KGH.
Tekanan darah dibilang normal jika nilainya 120/80 dan dikatakan tekanan darah tinggi jika nilainya 140/90. Dan jika tekanannya diantara 120-140 untuk sistolik dan 80-90 untuk diastoliknya, maka disebut dengan prehipertensi. Orang yang prehipertensi ini harus hati-hati dan menjaga pola hidupnya agar tidak menimbulkan komplikasi.
Prof Rully mengungkapkan dalam mengukur tekanan darah juga harus dilakukan dengan benar, seperti dalam posisi duduk, tidak habis merokok, tidak habis minum kopi, tidak setelah olahraga, tidak penuh kondisi kandung kemihnya dan alatnya sudah dikalibrasi.
"Untuk itu mengukur tekanan darah itu penting dan harus dilakukan secara teratur dan benar. Sebaiknya semua orang tahu berapa tekanan darah yang dimilikinya, sama seperti ketika dia tahu apa golongan darahnya," ujar Prof Rully.
Masyarakat harus mengetahui bahwa hipertensi ini adalah kondisi medis yang serius, bisa menimbulkan komplikasi dan tidak boleh disepelekan. Karenanya periksalah tekanan darah secara berkala dan benar.
"Sekitar 90-95 persen atau 9 dari 10 penderita hipertensi karena faktor keturunan, jadi artinya sudah ada bakat yang diturunkan," ujar Prof DR Dr Jose Roesma, SpPD-KGH dalam acara The 5th Scientific Meeting on Hypertension 2011 di Hotel Ritz Charlton, Jakarta, Sabtu (26/2/2011).
Prof Jose menuturkan bakat ini bisa dari orangtua, paman, kakek, nenek atau bibinya dan baru akan muncul atau berkembang kalau situasi serta lingkungan sekitarnya mendukung. Karena faktor turunan ini tidak bisa dielakkan, maka lingkungan ini yang harus dijaga misalnya menjaga berat badan, tidak mengonsumsi garam berlebih dan olahraga agar tidak menjadi hipertensi.
"Hipertensi ini biasanya diam-diam atau tidak memiliki gejala yang muncul, kadang setelah 5-10 tahun baru terasa atau sudah ada komplikasinya," ujar Prof Jose.
Diperkirakan terdapat 76 persen kasus hipertensi di masyarakat yang belum terdiagnosis, dalam hal ini seseorang tidak tahu bahwa dirinya mengidap hipertensi. Hal ini karena hipertensi tidak menunjukkan gejala atau keluhan apa pun sehingga sering disebut sebagai the silent killer.
Tingginya prevalensi hipertensi diduga terkait erat dengan gaya hidup, tingkat stres, pola makan terutama dalam hal konsumsi garam serta kurangnya aktivitas fisik. Berdasarkan data Riskesdas 2007 diketahui hampir seperempat (24,5 persen) penduduk Indonesia berusia di atas 10 tahun mengonsumsi satu kali atau lebih makanan asin setiap harinya.
"Kalau seseorang sudah memiliki tekanan darah tinggi maka harus mengubah gaya hidup dan juga mengonsumsi obat. Karena kalau tidak dalam 10 tahun tinggal pilih jantung, stroke atau cuci darah," ujar Prof Dr Ruly M A Roesli, SpPD-KGH.
Tekanan darah dibilang normal jika nilainya 120/80 dan dikatakan tekanan darah tinggi jika nilainya 140/90. Dan jika tekanannya diantara 120-140 untuk sistolik dan 80-90 untuk diastoliknya, maka disebut dengan prehipertensi. Orang yang prehipertensi ini harus hati-hati dan menjaga pola hidupnya agar tidak menimbulkan komplikasi.
Prof Rully mengungkapkan dalam mengukur tekanan darah juga harus dilakukan dengan benar, seperti dalam posisi duduk, tidak habis merokok, tidak habis minum kopi, tidak setelah olahraga, tidak penuh kondisi kandung kemihnya dan alatnya sudah dikalibrasi.
"Untuk itu mengukur tekanan darah itu penting dan harus dilakukan secara teratur dan benar. Sebaiknya semua orang tahu berapa tekanan darah yang dimilikinya, sama seperti ketika dia tahu apa golongan darahnya," ujar Prof Rully.
Masyarakat harus mengetahui bahwa hipertensi ini adalah kondisi medis yang serius, bisa menimbulkan komplikasi dan tidak boleh disepelekan. Karenanya periksalah tekanan darah secara berkala dan benar.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar